Baru beberapa hari tiba di Chiang Rai, salah satu
kota bersuhu dingin yang terletak di daerah pegunungan di sebelah Utara
Thailand yang berbatasan dengan Laos dan Myanmar, salah seorang teman di Muslim
Club kampus Mae Fah Luang mengajak kami untuk ikut pergi ke Walking Street
bersama rombongan teman-teman Muslim Thailand lainnya. Awalnya saya bingung apa
itu walking street, namun setelah tiba di tujuan, saya baru tahu bahwa walking
street ini adalah istilah lain untuk ‘Saturday Market’, pasar yang dibuka dari
sejak jam 5 sore sampai 11 malam setiap hari Sabtu. Walking street di Chiang
Rai ini terletak di pusat kota, tidak jauh dari bus station dan pasar
permanennya.
Suasana Wednesday Market di halaman Sport Center MFU |
Ada beberapa pasar dadakan atau harian di Chiang Rai
Thailand selain Saturday Market, antara lain Monday Market yang berlokasi di
luar area kampus Mae Fah Luang, Wednesday Market yang diadakan di dalam area
Sport Center kampus Mae Fah Luang, dan Night Bazar yang dibuka setiap harinya
dari pukul 6 sore sampai 11 malam di pusat kota Chiang Rai. Di antara beberapa
pasar dadakan itu, Saturday Market yang paling besar, murah, dan lengkap plus
bervariasi barang dagangannya. Selain itu juga di Saturday Market ini, para
pengunjung tidak hanya bisa berbelanja namun juga bisa menikmati pertunjukan
seni oleh musisi lokal di sini. Mungkin karena letaknya yang di pusat kota
hingga hampir semua masyarakat Chiang Rai mampu menjangkaunya, beragam profesi
dan usia masyarakat ikut berkunjung ke sana tak peduli sampai di sana mereka
akan berdesak-desakan karena ramainya pengunjung.
Berbeda dengan Wednesday Market misalnya, karena
diadakan di dalam area kampus, maka pembeli yang datang berkunjung ke sana
hampir 90% adalah mahasiswa. Begitu juga dengan Monday Market, pasar ini yang
paling kecil ukurannya jika dibandingkan dengan Wednesday dan Saturday Market.
Walaupun terletak di luar area kampus, namun yang datang ke pasar ini pun
kebanyakan mahasiswa. Produk yang dijajakan di berbagai pasar dadakan di
Thailand ini pun bervariasi. Mulai dari segala jajanan makanan khas Thailand
yang enak tapi murah meriah, jajanan Jepang, souvenir, aksesoris, tas, sepatu
(baru dan second), pakaian (baru dan second), sampai pernak-pernik Handphone.
Sangat bervariasi. Harga yang ditawarkan di pasar-pasar ini pun tentunya sangat
terjangkau, kaos kaki misalnya, ada yang dijual hanya dengan harga 10 baht atau
sekitar 4000 rupiah saja. Baju-baju second
dijual dengan harga 50 baht setara dengan 20000 rupiah, dan sebagainya. Tidak
heran jika banyak mahasiswa yang datang ke sana walaupun pasar ini rutin
diadakan setiap minggunya.
Pakaian yang dijual hanya dengan harga 50 baht |
Pasar-pasar harian di Thailand ini tidak pernah
sepi pengunjung. Para pedagangnya tampak tidak pernah menyerah sekalipun
berjualan di sana terlihat melelahkan, karena hanya dibuka beberapa jam saja.
Lelah, karena mereka harus membongkar pasang tenda atau meja, dan mengatur plus
membereskan kembali barang dagangan untuk dibawa pulang setiap minggunya.
Sekilas, sangat tidak senyaman berjualan di dalam toko sendiri. Mungkin ini
dikarenakan antusias pengunjung atau warga Thailand yang tidak pernah pudar
untuk ke sana.
Pasar-pasar di Thailand ini salah satu cara
pemerintah untuk menunjang sisi pariwisata di sana. Bagaimana tidak? Dengan
harga murah yang ditawarkan, tentu saja tidak hanya warga Thailand asli yang
mau berkunjung ke sana, para wisatawan pun akan tertarik, minimal untuk melihat
salah satu keunikan ataupun berbelanja oleh-oleh khas Thailand untuk dibawa
pulang. Dari segi perekonomian, jelas saja pasar-pasar dadakan ini sangat
menunjang pendapatan dan ekonomi warga Thailand. Semuanya bisa berjualan di
sana, baik itu mereka yang aslinya punya toko ataupun tidak. Bermodal bisa
memasak misalnya, maka dengan mudah mereka bisa membuka lapak di sana. Saya dan
teman-teman Indonesia pun pernah berniat ingin ikut mencoba berjualan di sana,
jualan makanan atau jajanan khas Indonesia, tapi salah satu teman yang bisa
berbahasa Thailand agak ragu dengan ‘izin berjualan’ karena kami bukan warga
Thailand. Saya belum tahu apakah hanya warga Thailand asli yang boleh berjualan
atau yang bukan warga Thailand pun boleh. Atau apakah jika kita bukan warga
Thailand tapi bisa berbahasa Thailand maka bisa ikut membuka lapak di pasar
itu.
Takoyaki, salah satu jajanan paling laris di sini. |
Pasar-pasar harian ini tentunya sangat menunjang sisi
pariwisata dan perekonomian warga Thailand. Semuanya bisa berdagang. Semuanya
bisa memperbaiki kehidupan dengan tambahan penghasilan. Semuanya bisa berkreasi
membuat makanan atau barang-barang unik lalu dijajakan. Indonesia harus mulai
serius memikirkan cara ini, memberi kebebasan dan membuka lapangan bisnis yang
mudah dan terjangkau untuk tiap rakyatnya. Agar semua rakyat bisa hidup
sejahtera. Walaupun mungkin di beberapa daerah di Indonesia khususnya di Aceh
sudah ada yang mengadakan weekend market seperti ini, misalnya saja
pameran/pasar/pekan yang diadakan di hari Jumat di daerah Seruway di Aceh
Tamiang, konsep pasar yang sama, dengan kios-kios atau lapak-lapak kecil, hanya
saja, setahu saya pekan di sana belum sangat rutin diadakan seminggu sekali.
Dan mungkin ada daerah lainnya juga yang punya pasar dadakan dengan konsep yang
sama seperti di Thailand. Rakyat Indonesia saya rasa harus mulai serius
berdagang, tidak hanya untuk menambah penghasilan keluarga namun bisa juga
menjadi salah satu penunjang pariwisata yang bisa memancing wisatawan untuk
berkunjung ke sana. Bukankah kata Rasulullah, 9 dari 10 pintu rezeki itu ada di
perdagangan?
*Alhamdulillah. Tulisan ini dimuat di Majalah Warta Unsyiah, Desember 2015